MUSNAD ILAIH dan RAHASIA BALAGHAHNYA
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Musnad Ilaih
Secara etimologi musnad ilaihالمحكووم
عليه أو المخبر عنهartinya yang
disandarkan kepadanya atau khobarnya.[1]
Sedangkan secara teminolgi musnad ilaih adalah :
المسند إليه هو المبتدأ الذي له
خيرو الفاعل و نائبهواأسماء النوسخ
“Musnad Ilaih adalah mubtada’ yang mempunyai khabar, fa’il, naib
al-fa’il, dan beberapa isim dari ‘amil nawasikh”.
Dalam
pengertian lain, musnad ilaih adalah kata-kata yang dinisbatkan kepadanya suatu
hukum, pekerjaan, dan keadaan.[2]
مواضع المسند إليه : الفاعل ، نائبه والمبتدأ
الذي له خبر ، وما أصله مبتدأ كاسم كان و أخواهتها و المفعول الأول لظنّ و أخواتها
“Posisi musnad ilaih adalah fa’il, na’ibul
fa’ilnya, dan mubtada yang memiliki kobar, apa saja yang aslinya seperti
mubtada seperti isim kanaa dan temannya, maf’ul awal untuk dzonna dan temannya”[3]
Maka dapat disimpulkan definisi musnad ilai adalah tempat
penyandaran berita atau kata yang dikenai sebuah hukum, bisa berupa fa’il,
na’ibul fa’ilnya, dan mubtada yang memiliki khobar dan bentuk apa saja yang
aslinya seperti mubtada.
Dalam mempelajari ilmu balaghah, kita telah mengetaui dua unsur
dasar yang tersusun pada setiap kalam khabar dan kalam insya yaitu al-musnad
dan al-musnad ilaih. Agar mudah memahaminya perhatikanlah conto berikut :
محمد قائم(Muhammad
berdiri)
Dalam kalimat ini, محمد sebagai tempat disandarkannya pebuatan
berdiri atau disebut al-musnad ilaihi. Sedangkan قائم adalah perbuatan yang disandarkan kepada محمد atau disebut al-musnad.
Pola pembentukan kalimat dalam ilmu nahwu biasanya biasanya berupa الجملةالإسمية
(tediri mubtada dan khobar) dan الجملة
الفعلية
(tedii dari fi’il dan fa’il). Coba perhatikan jumlah ismiyya di bawah ini!
محمد قائم (Muhammad
berdiri)
Pada jumlah ismiyyah di atas, kita dapat mengetahui bahwa محمد dalam
ilmu nahwu berfungsi sebagai mubtada’, yang dalam ilmu balaghah berfungsi
sebagai al-musnad ilaihi. Sedangkan قائم dalam ilmu nahwu berfungsi sebagai khobar,
yang berarti berfungsi sebagai al-musnad dalam ilmu balaghah. Begitu juga pada
contoh jumlah fi’liyya dibawa ini :
قام محمد
(Muhammad telah berdiri)
Perbuatan yang disandarkan adalah fi’il berdiri القيام . Adapun tempat
besandarnya perbuatan berdiri adalah fa’il, yaitu Muhammad yang dikenal sebagai
al-musnad ilaih. Posisi musnad ilaih pada kalimat terdapat pada tempat-tempat
berikut :
1.
Fa’il
ختم
الله على قلوبهم
Allah telah
menutup hati mereka
2.
Naibul
Fa’il
كتب
عليكم الصيم
Diwajibkan atas kamu berpuasa
3.
Mubtada’
الله نور
السماوات و الأرض
Allah (pemberi) cahaya (kepad)a langit dan bumi
4.
Isim
كان
dan sejenisnya
وكان
الله عليما حكيما
Dan Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana
5.
Isim
إنّ
dan sejenisnya
إنّ
المنافقين لكاذبون
Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta
6.
Maf’ul
pertama ظن
dan sejenisnya
ظن الأستاذ
محمدا غائبا
Ustadz telah mengira bahwa Muhammad absen
7.
Maf’ul
kedua dari رأى dan sejenisnya
رأيت أنّ
الطلاب مجتهدين في دراستهم[4]
Saya melihat sesungguhnya murid-murid itu rajid dalam pelajaran
mereka
Ad-Zikr secara leksikal berarti menyebut.
Sedangkan dalam terminologi ilmu balaghah, adz-zikr adalah menyebut musnad
ilaih. Adz-dzikr merupakan kebalikan dai al-hadzf.[5]
Contoh :
الاستاذ
جاء، جوابا لمن سأل : من جاء؟
“Ustadz telah datang”,
jawaban dari yang bertanya : “Siapa yang datang?”
Dalam paktek berbahasa, adz-dzikr mempunyai bebeapa tujuan, yaitu:
1.
Al-idhah
wa al-tafriq (menjelaskan dan membedakan)
Penyebutan musnad ilaih pada suatu kalimat salah satunya betujuan untuk
menjelaskan subjek pada suatu nisbah. Jika musnad ilaih itu tidak disebutkan
maka tidak akan muncul kesan kekhususannya. Contoh:
محمّد محاضر (Muhammad Ceramah)
Sebagai jawaban dari:
من المحاضر؟ (?Siapa yang
ceramah)
2.
Ghabawah
al-mukhatab (menganggap mukhatab tidak tahu)
Mutakallim yang menganggap mukhatab
tidak tahu apa-apa ia akan menyebut musnad ilaih pada suatu kalimat yang
ia ucapkan. Dengan menyebut musnad ilaih, mukhatab mengetahui fa’il, mubtada’,
atau fungsi-fungsi lain yang temasuk musnad ilaih. Demikian juga akan terhindar
dari kesalahpahaman mukhatab pada ungkapan yang dimaksud.
3.
Taladzudz
(senang menyebutnya)
Seorang mutakallim yang menyayangi sesuatu ia akan banyak
menyebutnya. Pepatah mengatakan :
من أحبّ شيأ كثر ذكره
Barangsiapa
yang mencintai sesuatu ia pasti akanbanyak menyebutnya
Sepeti pada contoh kalimat di bawah ini:
هل يحبّك حبيبكِ ؟ يحبّني
حبيبي
Apakah keklasihmu mencintaimu? Kekasihku mencintaiku
4.
At-ta’zhim
Mengagungkanataumenaruh rasa hormat.[6]
Contoh:
حضر سبف الدولة :
telahhadirsaifuddaulah
Jawabaniniuntukmenjawabpertanyaan
هل حضرالأمير[7]
Apakah raja telahdatang?
5.
Basathul
Kalam (Untuk Memanjangkan Perkataan)
Penebutan
musnad ilaih dengan tujuan untuk memanjangkan perkataan agar tidak terjadi kesalahpahaman
dapat kita temukan dalam ayat Al-Qur’an yang bebunyi:
وَمَا تِلْكَ بِيَمِيْنِكَ
يَامُوسى (17)قالَ هِيَ عَصَا ي أتوكؤاعليهاوأهشّ
بهاعلى غنميولي فيهاماربأخر (18)
“dan apakah yang ada ditangan kananmu,
wahai Musa?”. Dia (Musa) berkata “ Ini adalah tongkatku, aku bertumpu
padanya dan aku merontokkan (daun-daun)
dengannya untuk (makanan) kambingku, dan
bagiku masih ada manfaat yang lain”
6.
Ihanah (untukmenghina)
Contoh:
السارق
قادم
pencuriitutelahdatang, jawabaniniuntuk orang yang menanyakan
هل حضر السرق ؟
Apakahpencuriitutelahdatang?
7.
( suatukekaguman)
Contoh:
علي
يقاوم الأس
Ali melawanharimau. Ungkapaniniuntukmenjawabpertanyaan
هل علي يقاوم الأسد ؟
Apakah Ali melawanharimau?
8. Untukmenakut-nakuti, sepertiucapankitapada orang yang
hendakkitanasehati.
Contoh:
ربنا أمر بهذا
9.
Tasjil ‘ala al-sami’ hattalaayata-attalahu
al inkar.
Artinyapendengarmencatathukum
(di muka hakim) agar tidakmudahbagipendengaruntukmengingkari.
Contoh:
هل أقر
زيد بأن عليه كذا؟
apakah Zaid
inimengakuibahwaiamenanggungdemikian?Kemudiansaksimenjawab: نعم ، زيد هذا أقر بأن عليه كذا[8]
Ya, Zaid ini mengakui bahwa ia menanggung demikian
Al-Hadzfu secara leksikal bermakna membuang. Sedangkan maksudnya
dalam teminologi ilmu balaghah aadala membuang atau melepaskan musnad ilaih
al-hafdz memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1.
Untuk
meringkas atau Karena Sempitnya Konteks
Contoh:
قال
لي: كيف أنت ؟قلت : عليل
Dia berkata kepadaku : “Bagaimana keadaanmu?”. Aku berkata “Luar
biasa”
Pada dialog di atas terdapat kalimat yang padanya dibuang musnad
ilaih, yaitu pada kata ‘عليل’. kalimat lengkapnya adala ‘أناعليل’.
Dalam sebua sya’ir terdapat suatu ungkapan:
سهر
دائما وحزن طويلا
Kalimat lengkap dari ungkapan tesebut adalah :
حالي
سهر داما وحزن طويلا
Kata yang dibuang pada kalimat di atas adala musnad ilaihnya, yaitu
‘حال’.
2.
Terpeliharanya
Lisan Ketika Menyebutnya
Contoh:
وما
أدرك ماهية ؟ - نار حامية
Dan
tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu
Pada ayat kedua terdapat lafazh yang dibuang, yaitu kata ‘هي’ yang
kedudukannyasebagai musnad ilaih. Kalimat lengkapnya adalah:
هي
نار حامية[9]
yaitu( api yang sangat panas
3.
Musnadilaihtelahjelasberdasarkanpenunjukkantanda-tanda
yang ada.
Contoh:
فصكت وجهها وقالت عجوز عقيم
“lalumenepukmukanyasendiriserayaberkata,
akuadalahseorangperempuantua yang mandul.”(az-Zariyat: 29)
Contohtersebut di perkirakanmusnadilaihnyaadalahأنا عجوز
4.
Mengujipendengarataukadaringatannya.
Contoh:
a. نوره مستفاد من نور
الشمس : Cahayanyadiambildaricahayamatahari
b. هو واسطة عقد الكواكب: Diaadalahpenengahkumpulanbintang-bintang.
Padakeduacontoh di atas di
perkirakanmusnadilaihnya: القمر
5.
Mengagungkanmusnadilaih,sepertiucapankamukepada
orang yang mengagungkansyari’atdanmemperjelasbeberapapetunjuk yang
wajibdiikuti. Yaitu yang di maksudkanNabi Muhammad SAW.
Contoh: مقر للشرائع و موشح للدليل:Yang menetapkan hukum syara' dan menjelaskannya
akan dalil-dalil
6.
Menghinamusnadilaih,
sepertiucapankamukepada orang yang di takutidantidakbermanfaat. Yang di
maksudadalahsyaitan.
7.
Karena
tergesa-gesa, seperti kata
orang: سارق! سارق!asalnya:
كان سارقdsb.
8.
Bermaksud
menutupinya kepada hadirin selain mukhathab tertentu, seperti جاءSudah datang, dengan maksud yang
datang itu Zaid
bagi orang yang telah sama-sama mengetahuinya.
9.
Mengikutipenggunaanbahasa Arab yang
berlakumembuangmusnadilaih.
Contoh: رمية من غير رام Inilahsuatlemparan yang tidaktampak orang yang
melempar. Dalamcontohtersebut di perkirakanmusnadilaihnyaadala
رميةهذه, inimerupakanpepatah yang di
sampaikankepada orang yang melakukantindakan yang
sebenarnyadiasendiribukanahlinya.
Dalam kaidah bahasa arab Penyebutan dan penulisan al-musnad ilaih
terletak di awal kalimat karena ia bekedudukan sebagai subyek kalimat yang
membutuhkan penjelasan kata-kata yang terletak setelahnya. Tetapi itu tidak
bersifat wajib, karena pada hal-hal tertentu musnad ilaih boleh diakhirkan
penyebutannya.
Ada beberapa
tempat bahwa musnad ilaih wajib disebutkan di awal, diantaranya :
1.
Bersegera
Menyampaikan Perasaan Gembira
Contoh:
نجاحك
في الإمتحان في أوَل قائمة الناجحين
“Kelulusanmu dalam ujian
berada pada daftar prtama orang-orang yang lulus.”
Al-musnad ilaih pada kalimat ini adalah العفو dan نجاحك wajib didahulukan penyebutannya(letaknya)
agar perasaan suka cita yang disampaikan pembicara cepat kepada audien.
2.
Bersegera
menyampaikan Perasaan Duka Cita
Contoh :السجن حكم به القاضى: “penjara
adalah hukuman yang di putuskan oleh hakim”. Musnad ilaih pada contoh di
atas adalah :السجنwajib di dahulukanagar perasaan duka cita cepat tersampaikan kepada
audien.
3.
Meminta
Keberkahan
Contoh: إسم الله استعنت به
“Dengan
Menyebut nama Allah, saya memohon pertolongan.”
Al-Musnad ilaih pada kalimat ini adalah إسم
الله wajib didahulukan untuk
meminta keberkahan.
4.
At-Takhshish
(Pengkhususan/spesial)
Apabilamusnadilaih di dahuluiolehnafi’
danmusnadilaihberupafi’il.
Contoh:ما أنا قلت هذا“ tidaklah
saya mengatakan ini”. Contoh tersebut di tafsirkan dengan: لم أقله وهو مقول لغيري “ Saya
tidak mengatakannya, tetapi di katakan selain saya. Oleh karena itu, tidak
boleh diucapkan : ما أنا قلت هذا ولا غيري “ Tidaklah
saya mengatakan ini dan juga tidak
selain saya.
Ucapan itu tidak benar, sebab pengertian dari:“Tidaklah saya mengatakan ini “ berarti dikatakan oleh orang
lain.dan pengertian “juga tidak selain
saya”, artinyatidak juga diucapkan oleh orang lain. Menurut Ahmad Sayyid
Al-Hasimi, dengandemikiantimbullahkontradiksidalamsegimkna negative danpositif. [11]
5. Pengukuhanberitapadahatipendengar
Menunjukkan rasa
penasarankepadamaknayangdiakhirkanbila yang di dahulukanmengisyaratkankeanehan(
taswif).
Contoh: والذى حارت البرية فيه # حيوان مستحدث من جماد“ Makhlukdimanamanusiabingungterhadapnya,
adalahbinatang yang terciptadaribenda yang takbernyawa”
Dikatakanbahwabinatang yang di
maksudadalahmanusia, sedangkanbenda yang takbernyawaadalahnutfah (sperma).
Dalam beberapa keadaan, musnad ilaih tak hanya disebutkan diawal.
Musnad ilaih juga dapat diakhirkan (ta’khirul musnad ilaih). Ada bebeapa tujuan
mengapa musnad ilaih diakhirkan, yaitu :
a.
Menampakkan
rasa senang dan bahagia
Contoh :
سعدت
بغرة وجهك الأيام
Kata الأيامpada kalimat diatas menjadi musnad ilaih,dan ia terletak pada akhir
kalimat. Musnad ilaih tersebut di sebutkan di akhir untuk menampakkan perasaan
senang dan bahagia.
Dalamkontekstertentumusnadilaihperlu di ma’rifatkan. Konteks-kontekstersebutmenunjukkantujuan
yang di maksudkannya. Me ma’rifatkanmusnadilaihbisadenganberbagaicara,
yakni:
1.
Me ma’rifatkanmusnadilaihdenganisimalam. Diantaranyaadalah:
a.
Supayamembuahkankesanpertama yang
mantapdalamperhatianpendengar.
Contoh: زيد أحبني“Zaid mencintaiku”
b.
Untukmemperolehkeberkahan
Contoh :الله أكرمني “ Allah memuliakanku”.Contohtersebutmerupakanjawabandaripertanyaan:
هل أكرمك الله؟
c.
Kinayahmenyindir
Suatumakna yang ingin di
ketahuimaknaasalnyasebelummenjadinamadiri.
Contoh: لهب فعل كذاأبوAbu Lahabtelahmelakukandemikian. Nama
aslinya :عبدالعزى. Contohtersebutmenyindir Abu
Lahabitusebagaimanusiajahannam. Sebab, artihakikidari kata لهبadalahluapanapiJahanam. [12]
2.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan dhamir
Me-ma’rifatkan musnad ilaih dalam suatu kalimat bisa juga dengan
isim dhamir. Bentuk isim dhamir ada pada beberapa bentuk, yaitu:
a.
Isim
dhamir dalam bentuk mutakallim, contoh sabda Nabi SAW:
أنا النبي لا أكذب، أنا ابن عبد
المطلب
“Sayalah nabi yang tiada
berdusta, Sayalah putra Abd Al-Muthalib”
b.
Isim
dhamir dalam bentuk mukhattab, contoh:
وَأَنْتَالَّذِىأَخْلَفْتَنِىمَاوَعَدْتَنِى
# وَأَشَمْتَبِيمَنْكَانَ فِيكَيَلُوْمِ
“Engkaulah yang mengingkariku
apa yang engkau janjikan padaku. Dan telah kecewa lantaran aku, orang yang
mencela kepadamu”.
c. Isim dhomir dalam bentuk ghaib, contoh:
هُوَاللهُتَبَارَكَوَتَعَالَى
“Dialah Allah
yang Maha Suci lagi Maha Luhur”
3.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan isim isyarah
Mema’rifatkan dengan isim isyarah merupakan cara untuk menghadirkan
sesuatu yang diisyaratkan. Di samping itu, ada beberapa tujuan lain dari
mema’rifatkan monad ilaih dengan isim isyarah, antara lain:
a.
Menjelaskan
keadaan musnad ilaih dalam jarak dekat, contoh:
هَذِهِكُتُبُنَا
“Inilah buku-buku kita.”
b.
Menjelaskan
keadaan musnad ilaih dalam jarak sedang, contoh:
ذَلِكَوَلَدِيْ
“Itulah anakku.”
c.
Menjelaskan
keadaan musnad ilaih dalam jarak jauh, contoh:
ذَلِكَيَوْمُ الْوَعِيْد
“Itulah hari ancaman/kiamat.”
d.
Mengagungkan
derajat musnad ilaih dalam jarak dekat:
إِنَّهَذَاالْقُرْآنَيَهْدِيْلِلَّتِيْهِيَأَقْوَمُ
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini
memberikan petunjuk kepadajalan yang lurus.” (QS. Al-Isra:9)
e.
Mengagungkan
derajat musnad ilaih dalam jarak jauh:
ذَلِكَالْكِتَابُلَارَيْبفِيْهِ
“Kitab Al-Qur’an itu tidak
ada keraguan didalamnya.” (QS. Al-Baqoroh:2)
f.
Meremehkan
musnad ilaih dalam jarak dekat, contoh firman Allah dalam surah Al-Anbiya’ ayat
3:
هَلْهّذَاإِلَّابَشَرٌمِثْلُكُمْ
“Orang ini
tidak lain hanyalah seorang manusia biasa.”
g.
Mengingatkan
bahwa yang di isyarahkan itu pantas menyandang suatu sifat tertentu. Contoh
firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 5:
أُولئكعلىهدىمنربهموألئكهمالمفلحون
“Mereka itulah
yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
4.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan isim maushul
Me-ma’rifatkan musnad ilaih dengan isim maushul mempunyai beberapa
tujuan sebagai berikut:
a.
Merahasiakan
sesuatu hal dari selain mukhattab, seperti syi’ir berikut ini:
و اخذت ماجاد الأميربه # و قضيت
حاجاتي كما أهوى
“Aku telah
mengambil apa yang di dermakakan sang raja, dan aku pun menunaikan hajatku
sebagaimana yang ia inginkan.”
b.
Mengingatkan
kesalahan mukhattab,
contoh:
إناللذينتدعونمندوناللهعبادأمثالكم
(الأعرف: 194)
“Sesungguhnya
(berhala-berhala) yang kamu seru selain Allah itu adalah ( makhluk yang lemah)
yang serupa juga dengan kam.”
(Al-A’raf: 194)
c.
Menganggap
hina dalam menjelaskan nama diri, contoh:
الذىربنيأبي
“Orang yang memeliharaku
adalah ayahku.”
d.
Menentukan
suatu ketentuan pahala/siksa:
الذينآمنواوعملواالصلحاتلهممغفرةورزقكريم
Maka
orang-orang yang beriman dan mengejakan amal-amal sholih, maka bagi mereka
ampunan dan rezeki yang mulia
e.
Mencela
contoh:
الذىأحسنإليكفقدأسأتإليه
“Orang-orang
yang berbuat baik padamu itu, sungguh engkau telahberbuat buruk terhadapnya.”
f.
Menunjukkan
keseluruhan, contoh:
الذينيأتونكأكرِمهم
“Orang-orang yang datang
kepadamu maka hormatilah mereka.”
g.
Menyamarkan,
contoh:
لكلنفسماقدمت
“Bagi setiap jiwa akan
mendapat balasannya apa yang telah ia kerjakan.”[13]
5.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan ال
Alif lam merupakan salah satu alat untuk me ma’rifatkan kata dalam
bahasa Arab. Ada dua jenis alif lam yang perlu kita perhatikan, yaitu ال lil
‘ahdi dan ال
lil jins. ال
lil ‘ahdi fungsinya untuk menunjukkan kekhususan pada sesuatu, contoh:
كماأرسلناإلىفرعونرسولا.
فعصىفرعونالرسول........
Artinya:”Sebagaimana kami
telah mengutus dahulu seorang Rasul kepada Fir’aun, maka Fir’aun mendurhakai
Rasul itu.” (QS. Al-Muzammil: 15-16)
Artikel ال pada kata الرسول merupakan ال lil ‘ahdi yaitu Rasul yang disebut kedua kali merupakan
pengulangan dari rasul yang pertama. Dan rasul yang dimaksud adalah sudah
diketahui yaitu Musa as.
Yang kedua yakni ال lil jins, yaitu ال berfungsi untuk menunjukkan jenis dari
makna yang ada pada kata tersebut. ال lil jins masuk ke dalam musnad ilaih
karena 4 tujuannya, yaitu:
a.
Mengisyarahkan
kenyataan sesuatu, dimana maknanya terlepas dari kaidah umum-khusus, contoh:
الإنسانحيوانناطق
“Manusia adalah
hewan yangberpikir.”
b.
Mengisyarahkan
hakikat samar, contoh:
وأخافأنيأكلهالذئب
“Dan aku khawatir kalau-kalau
ia dimakan serigala.”
c.
Mengisyarahkan
setiap satuan yang bisa dicakup lafazh menurut bahasa, contoh:
عالمالغيبوالشهادة
“Dia mengetahui
yang ghaib dan yang tampak.”
d.
Menunjukkan
seluruh satuan dalam kondisi terbatas, contoh:
جمعالأميرالتجاروألقىعليهمنصائحه
“Sang raja mengumpulkan para
pedagang dan menyampaikan beberapa nasehatnya pada mereka.”
Maksud pada ungkapan diatas raja mengumpulkan para pedagang di
wilayah kerajannya, bukan pedagang di seluruh dunia.
6.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan idhafah
Salah satu bentuk dalam me-ma’rifatkan musnad ilaih adalah dengan
idhafah. Dengan di-idhafah kan dengan kata lain, suatu kata yang asalnya
nakirah berubah menjadi ma’rifat. Salah satu tujuannya yakni sebagai
berikut:
a.
Sebagai
cara singkat guna menghadirkan musnad ilaih di hati pendengar, contoh:
جاءغلامي
“Anakku telah
datang.”
Kalimat diatas jauh lenih singkat dibandingkan dengan:
جاءالغلامالذيلي
“Telah datang
anak yang menjadi milikku.”
b. Keluar dari tuntutan mendahulukan sebagian
atas sebagian yang lain,contoh:
حضرأمراءالجند
“Sejumlah pimpinan telah
datang.”
c.
Mengagungkan
mudhaf dan mudhaf ilaih, contoh:
الأميرتلميذي
“Sang raja
adalah muridku.”
d.
Meremehkan,
contoh:
ولداللصقادم
“Anak pencuri
itu datang.”
7.
Me-ma’rifatkan
musnad ilaih dengan nida’
Me-ma’rifatkan musnad ilaih pada suatu kalimat nida’ mempunyai
beberapa tujuan, yaitu:
a.
Bila
mutakallim tidak mengetahui tanda-tanda khusus tang ada pada mukhattab, contoh:
يارجل
“Hai, seorang
laki-laki.”
b.
Mengisyarahkan
kepada alasan untuk sesuatu yang diharapkan, contoh:
ياتلميذ،أكتبالدرس
“Hai, murid!
Tulislah pelajaran!”
Dalam konteks-konteks tertentu kadang musnad ilaih perlu di
nakirah-kan. Pe-nakirah-an musnad ilaih tentunya mempunyai tujuan-tujuan
tertentu. Di antaranya adalah menunjukkan jeis sesuatu, menunjukkan banyak, dan
menunjukkan sedikit.
Seperti contoh berikut:
1.
Nakirah
yang menunjukkan jenis, seperti firman Allah dalam surah Al-Baqoroh ayat 7:
ختماللهعلىقلويهموعلىسمعهموعلىأبصارهمغشاوة (البقرة: 7)
Allah
telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup
Pada kata diatas terdapat kata yang di-nakirah-kan, yaitu kata غشاوة
pe-nakirah-an kata tersebut bertujuan untuk menunjukkan suatu jenis غشاوة yang
tidak banyak di ketahui oleh manusia. Jenis غشاوة tersebut adalah tertutupnya mata seseorang
dari melihat ayat-ayat Allah.
2.
Nakirah
untuk menunjukkan banyak, seperti firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 113:
قالواإنالنالأجرا (الأعراف: 113)
Mereka berkata : Apakah kami akan mendapat imbalan
Pada ayat di atas terdapat kata yang di-nakirah-kan yaitu pada kata
أجر
pe-nakirah-an kata tersebut bertujuan untuk menunjukkan banyaknya pahala yang
akan diterima.
3.
Nakirah
menunjukkan sedikit, seperti firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 72:
وعدا الله المؤمنينوالمؤمناتجناتتجرىمنتحتهاالأنهارخالدينفيهاومساكينطيبةفيجناتعدنورضوانمناللهأكبر ( التوبة: 72)
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin
laki-laki dan perempuan, surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka
kekal didalamnya, dan mendapat tempat yang baik di surga 'adn. Dan keridhoam
allah lebih besar
Pada ayat di atas Allah menggunakan isim nakirah untuk
mengungkapkan surga dengan kata جنات penggunaan isim nakirah menunjukkan bahwa
surge itu kecil dan sedikit nilainya dibandingkan dengan ridha Allah SWT. Ridha
Allah merupakan sumber dari berbagai kebahagiaan hidup manusia.
4.
Merahasiakan
perkara, contoh:
قالرجل: إنكانحرفتعنالصواب
“Seorang lelaki
berkata, ‘Engkau telah menyimpang dari kebenaran.’
Pada contoh di atas nama dari musnad ilaih tidak disebutkan bahkan
disamarkan, agar ia tidak ditimpa hal yang menyakitkan.
5.
Bertujuan
untuk makna mufrad (tunggal), contoh:
ويلأهونمنويلين
“Satu
kecelakaan adalah lebih ringan daripada dua kecelakaan.”
6.
Menjelaskan
jenis/macamnya, seperti contoh:
لكلداءدواء
“Bagi setiap
macam penyakit ada satu macam obat.”
Kalimat diatas secara rincinya adalah:
لكلنوعمنالداءنوعمنالدواء
“Bagi setiap
macam penyakit, ada obatnya.”
Makasih dengan penjelasannya yang akurat. Makin ngerti deh🙏😸😪😫
BalasHapus