Psikolingusitik dan objek kajiannya
Definisi Psikolinguistik dan Objek Kajiannya
A.
Definisi Psikolinguistik
Ada
beberapa definisi orang-orang mengenai psikolinguistik. Aitchison (1998:1)
mendefinisikannya sebagai suatu “ studi tentang bahasa dan minda”. Harley
(2001:1) menyebutnya sebagai suatu “studi tentang proses-proses mental dalam
pemakaian bahasa. Clark (1977:4) menyatakan bahwa psikologi bahasa berkaitan
dengan tiga hal utama: komprehensi, produksi dan pemerolehan bahasa.
Secara
etimologis, istilah Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan
Linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada
nama sebuah disiplin ilmu. Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus,
hakikat respon, dan hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu
terjadi. Pakar psikologi sekarang ini cenderung menganggap psikologi sebagai
ilmu yang mengkaji proses berpikir manusia dan segala manifestasinya yang
mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji proses berpikir itu ialah untuk
memahami, menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.
Linguistik
secara umum dan luas merupakan satu ilmu yang mengkaji bahasa
(Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam konteks linguistik dipandang sebagai
sebuah sistem bunyi yang arbriter, konvensional, dan dipergunakan oleh manusia
sebagai sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa linguistik secara umum tidak
mengaitkan bahasa dengan fenomena lain. Bahasa dipandang sebagai bahasa yang
memiliki struktur yang khas dan unik. Munculnya ilmu yang bernama
psikolinguistik tidak luput dari perkembangan kajian linguistik
Psikolinguistik
merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses
psikologis yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan
memahami kalimat yang didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan
berbahasa itu diperoleh manusia (Simanjuntak, 1987: 1). Aitchison (1984),
membatasi psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pikiran.
Psikolinguistik merupakan bidang studi yang menghubungkan psikologi dengan
linguistik. Tujuan utama seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan
proses yang melandasi kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa.
Psikolinguis tidak tertarik pada interaksi bahasa di antara para penutur bahasa.
Yang mereka kerjakan terutama ialah menggali apa yang terjadi ketika individu
yang berbahasa.
Dari
definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Psikolinguistik
adalah ilmu yang mempelajari proses-proses mentalyang dilalui oleh manusia
dalam mereka berbahasa.
Secara
rinci psikolinguistik mempelajari 4 topik utama:
a.
Komprehensi, yakni proses-proses mental yang dilalui oleh manusia
sehingga mereka dapat menangkap apa yang dikatakan orang dan memahami apa yang
dimaksud.
b.
Produksi, yakni proses-proses mental pada diri kita yang membuat
kita dapat berujar seperti yang kita ujarkan
c.
Landasan biologis dan neurologis yang membuat manusia bisa
berbahasa
d.
Pemerolehan bahasa, yakni bagaimana anak memperoleh bahasa mereka
B.
Objek-Objek Kajian Psikolinguistik
a.
Otak dan Bahasa
Otak
dan Bahasa adalah salah satu kajian dari Psikolinguistik. Otak dan Bahasa lebih
dikenal dengan Neurologi, yang dimana adanya hubungan antara organ otak manusia
dengan bahasa, baik itu dalam penyimpanan, penggunaan dan pemerolehan bahasa
itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa otak adalah pusat dari segala
aktivitas manusia, otak yang mengatur langsung pikiran, motivasi, emosional
manusia sampai pada saatnya para pakar neurologi menemukan hubungan akan organ
otak dengan bahasa itu sendiri seperti yang dikatakan oleh salah satu ahli
linguistik, Ferdinand de Saussere. Saussere (dalam Hakim (2012)) telah
menjelaskan akan kondisi bahasa dalam otak manusia dimana setiap bagian dari
organ otak berkontribusi dalam cognitive process itu sendiri.
Teimournezhad
and Khosravizadeh (2011) bahwa manusia itu unik dibandingkan dengan makhluk
lainnya, itu dikarenakan oleh kemampuan pikiran yang dimilikinya dimana mampu
menolong mereka menemukan fakta-fakta yang ada di dunia. Seperti halnya juga dikatakan
oleh Lenneberg (dalam Hakim (2012) ) menyatakan bahwa manusia mempunyai
kecenderungan biologis khusus dalam memperoleh bahasa dibandingkan dengan
hewan. Adapun alasan mengapa mengatakan hal demikian adalah :
1)
Terdapat pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;
2) Perkembangan
yang sama bagi semua bayi;
3) Kesukaran yang
dialami untuk menghambat pertumbuhan bahasa pada manusia;
4) Bahasa tidak
mungkin diajarkan kepada makhluk lain;
5) Bahasa itu
memiliki kesemestaan bahasa (Language Universal)
`Berdasarkan alasan yang telah dijabarkan, maka
sangat jelas terlihat hubungan antara otak dan pemerolehan bahasa manusia
dimana adanya bagian-bagian otak yang berfungsi dalam pemerosesan bahasa. Ini
terlihat dari pendapat Gall (dalam Saptaji(2011)) yang menyatakan bahwa otak
bukanlah satu organ tanpa bagian-bagian, melainkan terdiri atas bagian-bagian
yang masing-masing memunyai fungsi tertentu. Bagian terbesar, yang merupakan
porsi terbesar dari otak kita 80% disebut otak besar (cerebrum). Otak
besar ini terdiri atas miliaran sel dan terbagi menjadi dua bagian (hemisfer
kanan dan kiri). Otak besar inilah yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi
berpikir tingkatan tertinggi dan pengambilan keputusan.
Perkembangan
otak menyebabkan terjadinya Lateralisasi atau dikenal dengan Brain
Lateralization yang dimana kedua belahan otak mengalami spesialisasi.
Lateralisasi yang dimaksud adalah peristiwa lokalisasi fungsi bahasa pada salah
satu belahan otak. ketika anak lahir, perbedaan fungsi-fungsi kedua belahan
otak sangatlah sedikit, namum seiring pertumbuhan dan perkembangan, fungsi
belahan otakpun ikut berkembang. Ada yang mengatakan bahwa salah satu belahan
otak manusia akan berfungsi dominan ketika ia beranjak dua tahun sampai 11 atau
13 tahun, namun ada juga yang menyatakan proses itu hanya berlangsung sampai
umur lima tahun.
Lateralisasi
otak sangat mempengaruhi bagaimana kedepannya anak memproduksi bahasa,
dikarenakan peroses lateralisasimempunyai kontribusi yang besar terhadap
kemampuan pelafalan anak dalam pengucapan kata. Menurut Patkowski (dalam
Steinberg (1980)) menyatakan bahwa lateralisasi otak hanya mempengaruhi
kemampuan anak dalam pelafalan atau pengucapan dalam berbahasa, namun belum
mampu mencakup pengetahuan sintaktik anak. Sehingga, dalam peroses lateralisasi
input yang didapatkan oleh anak hanya berupa bunyi atau pengucapan setiap kata
yang dimana akan mampu membuat anak fasih dalam berbicara.
Dilain
sisi, Lateralisasi sangat berkaitan erat dengan Golden Age yakni masa
keemasan anak dalam memperoleh atau mempelajari bahasa. Pada masa ini merupakan
periode yang mudah bagi anak untuk mempelajari bahasa, dikarenakan saraf-saraf
otak masih sangat plastis atau lentur. Sehingga ketika masa Lateralisasi belum
selesai, maka anak dianjurkan untuk menerima lebih banyak input yang dapat
menyebabkan kemampuan berbahasa lebih tinggi dibandingkan mendapatkan input
setelah masa Lateralisasi berakhir. Itulah di katakan periode lateralisasi
beriringan dengan periode kritis yang mampu mempermudah anak dalam memperoleh
atau mempelajari bahasa. Seperti yang dikatakan oleh Christian, et. al (dalam
Hakim (2012)) bahwa yang dimaksud dengan masa keemasan atau periode kritis
adalah periode dimana anak mampu menguasai bahasa secara alami dan lebih cepat tanpa
membuang tenaga yang lebih
b.
Pikiran dan Bahasa
Keterkaitan antara
pikiran dan bahasa menjadi salah satu yang menarik dalam kajian
psikolinguistik. Seperti yang kita ketahui bahwa bahasa adalah alat penyambung
lidah seseorang, yang dimana bahasa adalah alat komunikasi kita dalam kehidupan
sehari-hari untuk menyampaikan berbagai macam ide, ekspresi, dan perasaan
kepada orang lain. Disisi lain kita juga dituntut untuk memahamai setiap ujaran
dan ucapan yang disampaikan oleh orang lain. Dengan melihat hal demikian, kita
dapat mengkaitkan hubungan antara pikiran dan bahasa dimana bahasa adalah media
manusia dalam menyampaikan aspirasi atau ide-ide mereka. Seperti yang dikatakan
oleh Supendi (2012) menyatakan bahwa dalam penggunaan bahasa terjadi proses
mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi pikiran. Ujaran
merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan
pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Menurut Whorf dan Sapir
(dalam Widhiarso (2005)) memaparkan bahwa pikiran manusia ditentukan oleh
sistem dari klasifikasi bahasa tertentu yang digunakan oleh manusia dan
bahasa mampu mempengaruhi cara pandang manusia terhadap dunia. Jadi
dengan melihat pemikiran ini dapat kita katakan bahwa bahasa mampu mempengaruhi
pikiran manusia, yang dimana dunia mental orang akan terlihat berbeda dari
bahasanya, seperti mental orang Indonesia dengan mental dunia orang Inggris.
Namun disisi lain, para ahli psikolinguistik juga berendapat bahwa pikiran juga
mampu mempengaruhi bahasa. Hal ini terjadi karena ahli Psikolinguistik fokus
pada perkembangan kognitif anak. Pendapat ini pun di dukung oleh Choamsky
dengan mengatakan bahwa pekembangan aspek bahasa merupakan sebuah faktor
penting dalam perpindahan prilaku menjadi pendekatan kognitif dalam bahasa dan
pikiran. Singkatnya, Choamsky melihat keterkaitan akan bahasa dan pikiran lebih
merujuk pada bagaimana kemampuan dan penampilan setiap orang dalam menggunakan
bahasa. Terakhir, keterkaitan antara pikiran dan bahasa dapat saling mempengaruhi
satu sama lain, karena disini pakar Psikolinguistik lebih melihat pada hubungan
timbal balik kata-kata atau bahasa dengan pikiran.
Komentar
Posting Komentar